KOTA MALANG - Regan Afrian Nathan merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. Semester ini, Regan berkesempatan menikmati perkuliahan di Universitas Lambung Mangkurat yang terletak di Banjarmasi, Kalimantan Selatan. Hingga Desember 2022, Regan terdaftar sebagai peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka untuk kelompok Oubond.
Pemilhan Unlam sebagai kampus yang dituju telah melewati berbagai pertimbangan. “Pertama, saya melihat universitas dan mata kuliah yang ditawarkan, karena harus sesuai dengan luaran program studi asal. Sedangkan di ULM ini tidak ada FIA dan prodi Administrasi Pendidikan (kecuali S2), yang ada hanya FKIP dengan prodi PGSD, PAUD, teknologi pendidikan, dan prodi pendidikan lain, tetapi mata kuliah yang ditawarkan selaras dan sesuai dengan CPL prodi asal sehingga untuk pengurusan konversinya nantinya akan lebih mudah.” Ujarnya, Senin (26/9/2022).
Tidak banyak perbedaan yang Regan rasakan selama berkuliah di Banjarmasin. Di Unlam, menurut Regan, juga ada sistem yang bernama SIMARI sebagai pusat integrasi data akademik yang fungsinya sama dengan SIAM di UB. Proses adaptasi pun dilalui cukup singkat.
“Di minggu awal cukup terasa karena dilihat dari berbagai aspek. Dari teknologi, sama dengan di UB, penggunaan aplikasi ini cukup memakan waktu karena menggunakan website, gedung di sini dibuat seperti layaknya ruangan-ruangan kelas dengan beda gedung, berbeda dengan di FIA yang satu gedung, tapi banyak ruangan”, jelasnya.
Baca juga:
Digitalisasi BUMDes Guna Dukung SDGs
|
Cara belajar, imbuh mahasiswa Administrasi Pendidikan ini, mirip seperti di fakultas asalnya. “Kami juga diskusi, presentasi dan membuat makalah, uniknya, sistem tanya jawab dibuat bervariatif dan menerapkan berbagai metode seperti snowball crowing, random sampling, dan dituntut aktif memberikan tambahan jawaban”, jelasnya. Yang membedakan adalah cara berpakaian. Di FIA, Regan terbiasa menggunakan baju bebas berkerah. “Sedangkan di sini diseragamkan dengan baju formal hitam putih dan almamater prodi sebagai baju kuliah sehari-hari, sehingga saya memakai baju hitam putih dan almamater UB setiap kuliah, karna luaran prodi PGSD akan menjadi guru, sehingga harus memberi contoh yang baik”, imbuh Regan
Program PMM memberi kesempatan bagi para peserta untuk mengekplor budaya, bahasa, kuliner, kehidupan masyarakat sekitar, dan hal-hal lain melalui Modul Nusantara, materi non akademik yang terintegrasi dengan KRS tiap mahasiswa, termasuk Regan. “Selama satu bulan, berkat modul nusantara ini saya telah berkunjung dan berkeliling Sungai Martapura dan belajar kehidupan masyarakat yang hidup di sungai, mencicipi aneka kuliner, belajar Tari Japin Banjar, berkunjung ke Museum Lambung Mangkurat, Pasar terapung Lok Baintan, belajar membuat kain Sasirangan, belajar seni musik Madihin, berkunjung ke Taman Hutan Raya di Banjarbaru, dan ke pendulangan intan. Sangat senang dan pastinya bisa merefresh otak di akhir pekan”, tuturnya melalui pesan singkat.
Pengalaman ini, imbuh Regan, sangat membantu memberikan kesempatan mahasiswa tidak hanya berkulia, tetapi melihat dan menjajal kehidupan di kampus lain. “Yang paling berkesan adalah ketika kami diterima dengan senang hati, mendapatkan dosen pembimbing yang sangat mengayomi, teman yang juga sangat welcome dan berkesempatan belajar bersama dengan teman-teman dari berbagai latar belakang budaya yang memperkaya pandangan, pengetahuan, relasi, dan pengalaman hidup yang tidak terlupakan. Modul Nusantara adalah materi yang sangat dinanti karena diberikan akses belajar dan berproses bersama eksplorasi segala hal di ULM, ” ujarnya.
“Harapannya setelah PMM ini, saya lebih banyak menghargai tentang adanya perbedaan, lebih bersikap toleransi dan menghormati apapun kebudayaan yang berbeda dengan kehidupan di asal, pandangan dan pemikiran menjadi luas, bersyukur dengan kehidupan yang diberikan, lebih adaptif dan jiwa sosial dan kebersamannya lebih tumbuh, relasinya semakin kuat dan awet, dan KHSnya semoga bisa dikonversi penuh” ujarnya di akhir percakapan. (Nice/VQ)